Kepada Yth.
Bapak Presiden Soeharto dan Keluarga
Jl. Cendana no.1
Jakarta Pusat
Begitu saja. Belakangan saya baru tahu kalau ternyata rumah Pak Harto bukan di rumah nomor 1. Tapi yang penting pak pos tahu-lah. Yang penting sampai. Pada keterangan pengirim, saya menggunakan alamat sekolah, lengkap dengan keterangan kelas IV B nya.Gotcha! Ternyata kartu lebaran saya dibalas. Memang agak telat, karena lebaran sudah lewat. Tapi tetap saja, better late than never. Bikin heboh guru-guru, bikin heboh sekolah. Karena ada kiriman untuk Ananda Rahmat Zikri, Murid kelas IVB, SD Negeri 2 Telukbetung Selatan…. dari Presiden Republik
Nah, untuk kali ini balasannya agak lambat. Malah saya nyaris hampir melupakan permintaan tersebut. Saya pun telah naik kelas ke kelas V B. Tiba-tiba seorang guru piket mengetuk pintu kelas, memanggil saya. Lagi-lagi heboh. Kali ini saya menerima kiriman paket dari Sekretariat Negara Republik
Surat-suratan pun masih berlanjut. Tapi pada
Di
Kenekatan saya yang lain pada jaman SD adalah ketika mengirim surat ke Menteri Pemuda dan Olahraga ketika itu, Abdul Gafur, untuk menantang salah satu dari dua petinju top Indonesia waktu itu, Ellyas Pical atau Yani Hagler, kalau berani lawan sepupu saya yang lagi doyan body building. Walau anak SD, tapi soal hitung-hitungan duit ngerti banget. Saya yakin kalau kakak sepupu saya itu diadu dengan salah satu dari petinju top itu, bisa menang. Badannya lebih besar. Lumayan kalau saya jadi promotor dia gebuk-gebukan dengan Ellyas Pical. Tapi suratnya ngga dibalas
Memasuki usia SMP, saya mulai ‘bosan’ dengan Pak Harto. Sebenarnya bukan dengan Pak Harto-nya sih. Tapi dekat lingkungan di sekitarnya. Walau usia SMP (1987-1990), saya cukup memahami sepak terjang orang-orang di sekitar Pak Harto, bagaimana mereka menguasai bisnis, menguasai dunia politik. Dengan Golkar sebagai mesin politiknya, semua yang tidak berwarna “kuning” bisa susah.
Kebetulan Ibu saya ketika itu aktif di dunia politik, dengan posisi terakhir sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Propinsi Lampung. Dengan posisi sebagus itu pun ternyata pada tahun 1987 gagal menembus kursi legislatif di DPRD Propinsi. Penggembosan PPP yang terjadi di tahun 1987 meluluhlantakkan perolehan suara yang sangat merosot dibandingkan pada Pemilu tahun 1982. Seingat saya, tahun 1982 PPP Lampung sekurangnya kebagian 5 kursi, tapi tahun 1987 hanya 1 atau 2. Prosedurnya, nomor 1 untuk ketua, nomor 2 untuk sekretaris. Golkar-isasi nyaris absolut. Menguasai kursi sekitar 90%!
Oh iya, cerita sedikit tentang Ibu, sebenarnya beliau lebih aktif di dunia dakwah. Memulai ‘perjumpaannya’ dengan politik melalui Aisyiyah (Organisasi kewanitaan di Muhammadiyah), yang berlanjut ke Muslimin Indonesia (MI) — yang pada Pemilu 1955 bernama Majelis Syuro Muslimin
Pada awal-awal saya duduk di bangku sekolah dasar, sempat juga menikmati indahnya “jadi anggota dewan yang terhormat”. Ketika itu Ibu di DPRD Tingkat II Kotamadya Tanjungkarang-Telukbetung (pada tahun 1982 berubah nama menjadi kotamadya Bandarlampung). Ibu ngga berani meninggalkan saya sendiri di rumah, berdua dengan pembantu. Karena katanya saya bandel luar biasa. Ngga bakal nurut dengan orang lain, kecuali dengan beliau. Jadi, daripada “diapa-apain” sama pembantu, mending diajak ngantor di DPRD. Kadang saya ikut sidang juga.. kecuali sidang pleno, karena tidak boleh ada anak kecil. Enak juga. Kalau giliran anggota dewan yang terhormat jalan-jalan ke luar
Nah, begitu masuk SMP, jadi sebal dengan sepak terjang Golkar yang membuat semua orang dipaksa nyoblos Golkar. Karena jelas saya juga kena imbasnya. Hahaha.. Itu sih alasan pribadi. Tapi alasan umum, semua juga tahu bagaimana sepak terjang Orde Baru. Pak Harto sebenarnya baik. Jelas banyak jasanya pada bangsa ini. Tapi orang-orang di sekitarnya yang memanfaatkan berbagai fasilitas yang membuat bangsa ini jadi luluhlantak. Secara langsung atau tidak, tetap saja Pak Harto punya andil dalam memudahkan orang-orang itu merajalela.
Hasilnya, pada jaman SMP ini, surat-surat dan foto Pak Harto yang saya dapatkan di jaman SD pun masuk dalam gudang. Kalau saya cari mungkin masih ada. Yah, mestinya memang harus saya cari. Memorabilia. Bagaimana pun Pak Harto tetap berjasa dan patut dikenang.
Selamat ulangtahun Pak Harto!
I love Pak Harto
BalasHapus