Senin, 06 Juli 2009

SBY Sebagai Atasan, Sahabat, dan Mentor (2)

Oleh : Dr. Dino Patti Djalal
Sebelum meninggalkan Washington DC, SBY mengatakan: "Din, good job", nanti kalau kembali ke Jakarta hubungi saya."
Waktu itu saya sudah mendekteksi suatu yang beda dalam diri SBY. Beliau sangat serius, tidak suka membuang waktu, dan mampu membaca situasi dengan tepat. Beliau tidak menyukai sikap Asal Bapak Senang: Selalu menuntut agar di-briefing apa adanya. Beliau juga sangat mission-oriented, mungkin karena latar-belakang militernya.
Setelah saya kembali ke tanah air tahun 2002 dan menjadi Direktur di Deplu, saya tetap menjaga hubungan baik dengan SBY. Bakan beberapa kali saya diajak membantu beliau di Singapura, Australia dan ke Sidang PBB di New York--tentunya dengan seizin Menlu Hassan Wirayuda.
Hubungan pribadi ini terus saya jaga sewaktu SBY keluar dari Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri. Bahkan ketika saya menikah dengan Rosa pada bulan Juli 2004, di tengah kesibukannya kampanye, SBY tetap datang menjadi saksi, dan kemudian beliau bersama Ibu Ani hadir lagi dalam acara malam harinya untuk memberi pidato wejangan perkawinan yang menyentuh.
Ketika SBY memenangkan Pemilu Presiden Tahun 2004, saya segera ditarik ke Cikeas. Di sinipun SBY bersikap correct: walaupun sudah emnjadi Presiden terpilih, beliau dengan santun menelepon dulu Menlu Hassan Wirayuda meminta agar saya diizinkan membantu beliau berurusan dengan tamu-tamu asing dan para Kepala Negara yang sudah mulai banyak mencoba menghubungi beliau. Dalam hal ini SBY tetap memperlakukan saya secara professional, dan tidak pernah meminta saya untuk ikut berkampanye secara praktis.
Sejauh itulah, hubungan saya dengan SBY praktis berubah menjadi hubungan kerja rutin dimana saya menjadi bawahannya beliau dan menjalankan instruksi beliau. Karena kawat-kawat Deplu belum scara resmi masuk ke SBY, saya juga mulai memberikan briefing berkala mengenai perkembangan internasional yang perlu diketahui beliau.
Dihari-hari awal ini, nasehat paling penting yang saya terima adalah bahwa tugas saya adalah untuk membantu Presiden, bukan membantu orang lain yang ingin mendekati Presiden. Hal ini penting sekali diresapi oleh semua orang yang akan masuk di lingkaran dalam Presiden. Begitu anda menjadi Staf Khusus atau jubir, maka anda akan terus menerus didekati orang-orang yang menginginkan sesuatu dari Presiden. Godaan untuk meladeni pendekatan-pendekatan ini cukup besar, karena mereka akan membuat anda merasa sebagai orang penting. Namun percayalah, tidak lama kemudian, anda akan kewalahan dan kehilangan fokus, dan akhirnya pekerjaan anda yang sebenarnya akan terbengkalai: yakni membantu Presiden dan melaksanakan apa yang diinstruksikan Presiden. Selama menjadi Staf Khusus Presiden SBY, banyak orang yang kecewa atau tersinggung pada saya karena kalau tidak ada kaitannya dengan bidang saya atau dengan kepentingan Presiden, saya akan langsung bilang: "Maaf, anda salah alamat, saya tidak bisa membantu." Saya tidak pernah ragu mengatakan ini karena memang tanggungjawab saya adalah kepada Presiden SBY (dan atasan saya Sekretarus Kabinet Sudi Silalahi), bukan kepada orang lain.
Dalam tugas baru ini, saya memang harus banyak melakukan penyesuaian. Sebagai atas, SBY sangat energik, demading, teliti dan perfeksionis. Saya sering merasa seperti kuda lumping yang mengejar kuda balap.
Beliau juga menerapkan etos kerja yang tinggi. Saya teringat di awal tahun 2005, beliau meminta saya mengerjakan suatu surat. Ketika surat itu sudah rampung, ternyata beliau sudah pergi dari Istana Merdeka ke Cikeas. Karena itu, saya segera menugaskan Staf untuk mengirim surat tersebut kepada Ajudan di Cikeas untuk diteruskan kepada Presiden. Malam itu juga, saya ditelepon Presiden SBY yang memberi saya teguran keras karena saya tidak mengantar sendiri surat itu sambil menunggu koreksi Presiden: "Dino, dengarkan baik-baik, kalau bekerja dengan saya, segala sesuatunya harus tuntas!" SBY benar sekali: untuk ukuran Departemen, yang saya lakukan adalah biasa, namun tidak untuk ukuran Presiden SBY. Petunjuk SBY untuk kerja tuntas itu sangat saya pegang sampai sekarang. (Bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar