Selasa, 30 Juni 2009

PEMIMPIN YANG BERANI, EFEKTIF DAN DEMOKRATIS*)

"SATU KATASATU PERBUATAN"

JUSUF KALLA sebenarnya bisa menjadi sosok pemimpin yang ideal. Ia berani seperti Soekarno, efektif seperti Soeharto, dan demokratis seperti B.J. Habibie. Kalla buka pemimpin yang sukar ditebak. Tidak mencla-mencle, tidak pula ragu-ragu. Ia rasional tak percaya takhayul, dan mampu menyampaikan gagasan secara artikulatif, kendati tanpa retorika membuih.
Sejarah mencatat keberhasilan seorang Jusuf Kalla ketika menyelesaikan perbagai persoalan. Ia datang ke Aceh, menawarkan perdamaian dan diterima. Sengketa berdarah di ujung utara Sumatera, yang telah terjadi selama hampir 10 tahun, ia tangani dengan sempurna. Kalla berhasil menuntaskan prahara di Poso dan Ambon. Triliunan uang untuk anggaran subsidi minyak tanah bisa dihemat setelah ia menggenjot pemakaian elpiji.
Di usianya yang menjelang 67 tahun (Jusuf Kalla lahir pada 15 Mei 1942), ia tidak terlihat seperti orang tua tertatih-tatih. Kalla seorang pekerja keras yang paham betul makna setiap detik yang berlalu. Ia disiplin dan tak mudah menyerah. Sikapnya terbuka pada wacana baru, realistis, mau berdialog, dan suka bekerja sama.
Meski datang dari Makassar, anak pasangan Haji Kalla dan Hajjah Athirah itu tak gagap oleh gemerlap Jakarta. Prestasi, katanya, dimulai dengan kepercayaan diri. Kalla buka seorang akademisi, tapi ia cukup cerdas untuk memahami banyak persoalan. Ia memiliki kemampuan untuk mengurai akar permasalahan dan mengenali setiap dimensi yang melingkupinya. Kebiasaan sejak muda menuntunnya dalam menemukan solusi yang tepat dari pemahamannya akan masalah-masalah tersebut. Begitu cepat, tanpa banyak biaya terbuang. Begitu sistematik, sangat komprehensif.
Kalla selalu mampu bertindak sigap sambil tetap tenang, tidak grasa-grusu. Ia saksama mengamati keadaan. Ketika krisis tahun 2008 mulai menerjang, Kalla berhitung. Ia lalu meyakini, Indonesia punya peluang untuk bertahan. Optimisme ia tebarkan. Sebagian menteri di kabinet terlihat panik dan buru-buru mengajukan perpu penanggulangan krisis sebagai rancangan undang-undang. Kalangan DPR RI menolak karena begitu banyak moral hazard dalam RUU itu. Kalla bertindak realistis. Ia fokus pada penanggulangan krisis dan tak mau usaha itu dibebani persoalan politik dari Senayan. Ia berusaha mendapatkan hasil yang konkret-konkret saja.
Maka berkunjunglah Kalla ke Cibaduyut, Bandung, membeli sepatu buatan sana dan memasarkannya ke seluruh pejabat. Keponakannya, yang memimpin organisasi pengusaha muda, ia sindir karena masih memakai sepatu impor. Ia memberi contoh. Industri lokal harus digalakkan untuk membuat perekonomian domestik. Ia cenderung sering melahirkan keputusan yang berorientasi pada solusi kontret dan memberi pengaruh langsung pada perbaikan.
Jusuf Kalla biasanya tak suka pada tujuan yang muluk. Ia seorang yang pragmatis. Di saat yang sama, ia juga seorang risk taker, berani menghadapi tantangan. Dan kalau sudah berani mengambil tantangan itu, Kalla akan memberdayakan semua potensi pada dirinya, dan yang ada di sekililingnya, untuk mendapatkan hasil optimal. Ia memiliki banyak jaringan dan mampu begaul dengan banyak kalangan. Bangsawan Bugis ini bukan seorang bergaya priayi. Kalla senantiasa mampu memberi kesan pada semua orang bahwa bekerja keras itu penting. Kemejanya kerap berlenggan pendek, atau digulung jika berlengan panjang.
Sebelum terjun ke dunia politik, Jusuf Kalla adalah seorang pengusaha. Di Sulawesi Selatan, ia sempat menjabat Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda). Ia mewarisi usaha sang ayah dan membuatnya menjadi lebih besar. Gelar Sarjana Ekonomi diperolehnya dari Universitas Hasanuddin, tahun 1967. Jusuf Kalla juga sempat belajar di The Eroupean Institute of Business Adminisgtration Fontainebleau, Perancis hingga tamat tahun 1977. Kalla menikahi perempuan Minang bernama Mufidah dan mereka dikaruniai lima orang anak. Kini, Kalla adalah Ketua Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin.
Sejak reformasi, nama Jusuf Kalla berkibar di Jakarta. Mulai dari masa kepresidenan Abdurrahman Wahid hingga Megawati Soekarnoputri, ia telah menduduki pelbagai menteri. Pada tahun 2004, Jusuf Kalla ikut tampil sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pasangan itu menang, dan mencatatkan sejarah sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat.
Tak lama kemudian, pada Desember 2004, saudagar Bugis tersebut menjadi Ketua Umum Partai Golkar, menggantikan Akbar Tanjung. Kepemimpinan Kalla di Golkar membuat banyak kebijakan pemerintah bisa berjalan efektif. Di partai itu pula, ia menggelorakan perubahan. Ia menuturkan, yang mutlak di Golkar adalah perubahan. Kendati sempat lekat dengan Orde baru, Kalla menegaskan, Partai Golkar selalu hadir dan ikut dalam gerbong perubahan. Kini, gebrakan baru kembali ia bikin. Menjelang Pemilu 2009, Partai Golkar menetapkan 60% calon anggota legislatifnya adalah generasi muda yang berusia sekitar 40 tahun. Jusuf Kalla kembali menebar benih, menjalankan rekruitmen, membangun Golkar di masa depan.
Jakarta, Maret 2009
Editor
*) Tulisan ini dikutif penuh Catatan Seorang Wakil Presiden “H.M. Jusuf Kalla”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar