Minggu, 21 Juni 2009

DAN KEMERIAHAN PUN BERAKHIR

Oleh : Sri Hartini *)
Kalender pendidikan tahun pelajaran 2008-2009 telah berakhir. Sebagai hadiah pelepasan dari kalender pendidikan itu sebuah kemeriahan digelar dengan penuh suka cita oleh sekolah. Pementasan seni dalam bentuk aneka ragam kreasi dari masing-masing kelas pun disuguhkan di atas panggung terbuka. Tanpa kecuali, mulai dari Kelas 1 sampai dengan Kelas 6. Dan setiap kali penampilan berakhir disambut tepuk tangan meriah para penonton. Pesta kenaikan kelas memang telah menjadi tradisi diadakan saban tahun. Tidak hanya pertunjukan kesenian, bazaar pun di gelar. Pesta ini seperti pasar kaget yang sering dijumpai di sudut sudut perkampungan atau tempat-tempat tertentu yang hadir bertepatan penyelenggaraan suatu event. Bazaar itu sendiri yang dipenuhi aneka ragam barang dagangan. Mulai dari penjaja peralatan sekolah sampai makanan. Malahan ada satu dua orang membuka stand dagangan dalam bentuk barang-barang kelontong. Tentunya tidak sedikit pedagang memanfaatkan kemeriahan anak-anak, banyak yang berjualan mainan (toys). “Meriah! Kapan lagi? Setahun sekali!” kata orangtua murid menyambut pesta kemeriahan setahun sekali tersebut.
Bazaar akhir tahun di saat perayaan kenaikan kelas tentu sangat berbeda dengan bazaar pada umumnya. Bedanya diadakan oleh intern sekolah, baik itu panitia maupun pesertanya. Termasuk juga para pengunjungnya hanya intern sekolah sendiri. Andaikatapun ada pengunjung lain, maksudnya dari luar sekolah, bisa dihitung dengan jari. Itupun karena diajak oleh sanak famili yang kebetulan ada kerabatnya bersekolah di situ. Tak heran kalau pesta seperti itu laksana sebuah pertemuan keluarga besar atau silaturahmi yang ditunggu semua orangtua murid. Sebuah silaturahmi antar orangtua murid dengan orangtua murid ataupun orangtua murid dengan para gurunya termasuk penyelenggara pendidikan tempat dimana anak-anaknya bersekolah. Mereka lebur jadi satu menikmati kemeriahan pesta akhir tahun berbarengan mengambil raport kenaikan kelas anak-anaknya.
Seorang Ibu Guru mendekati paruh baya berdiri di salah sudut kiri arena tempat pesta kemeriahan itu digelar. Berbalut baju kurung (separuh badan) warna hitam dan bercelana panjang putih, sorot matanya menatap serius ke depan panggung pertunjukan. Ibu itu terus-menerus tersenyum tanpa henti sambil bertepuk tangan dan sesekali membetulan dudukan kaca-matanya yang mulai loncer di atas hidungnya. “Terimakasih, nak!” suara pelan Ibu Guru itu sambil mengacungkan jempol menyambut berakhirnya penampilan anak-anak didiknya di atas panggung yang terlihat cukup baik. Ibu guru itu yang tak lain adalah walikelasnya yang merasa puas dan kagum atas murid-muridnya tampil baik di atas pentas. Tidak heran kalau banyak orangtua murid lain kelas terkagum-kagum sambil bertepuk tangan meriah. Tepuk tangan itu memang haknya bagi murid-muirid yang tampil baik. Itulah penilaian sebagai penghargaan terhadap jerih payah dari usaha mereja berlatih dengan baik serta konsisten sesuai yang adianjurkan dan diajarkan gurunya. Sebuah kehormatan memang patut diterimanya.
“Penampilan kelas berapa, ya? Kok, bagus sekali!”, seru orangtua murid berkomentar.
“Kelasku! Kelas anakku” kata orangtua murid menimpali yang merasa anaknya ikut tampil di panggung.
Penampilan baik dan membuat kagum penonton itu, juga telah membayar jerih-payah usaha gurunya selama setahun mengajar. Anak-anak itu tidak saja mengobati keletihan gurunya yang selama seminggu secara marathon bekerja keras mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan kenaikan kelas. Mulai dari mengoreksi soal, menilai dan merangking prestasi anak didiknya. Perlu suatu ketelitian agar tidak melahirnya suatu perasaan ketidak adilan. Inilah kerja seorang guru diakhir tahun. Ujian yang paling berat bagi seorang guru adalah saat akan kenaikan kelas. KEPUTUSAN SEORANG GURU AKAN DIUJI KETIKA AKAN MEMBERIKAN NILAI YANG AMAT MENENTUKAN UNTUK KENAIKAN KELAS ANTARA NALURI DAN KENYATAAN. APAKAH SEORANG ANAK DIDIKNYA BERHAK NAIK ATAU DINAIKAN? “Alhamdulillah anak-anak didiku adalah anak unggulan! Mereka anak-anak yang pandai dan berbudi pekerti luhur. Insya Allah, Naik!" katanya Ibu guru itu sambil mengatakan bahwa penampilan anak-anak didiknya di pentas itu merupakan hadiah baginya diakhir tahun. "Sebuah kenangan yang tidak akan dilupakan dan terlupakan,” katanya saat ditanya rekan seprofesinya.
***
Pesta kenaikan kelas telah berakhir. Raport kenaikan kelaspun telah dibagikan. Anak-anak dan gurunya pun menikmati liburan akhir tahun dengan waktunya cukup panjang jika dibandingkan dengan waktu-waktu liburan sekolah biasanya. Banyak kegiatan untuk mengisi liburan akhir tahun. Untuk mengisi liburan akhir tahun biasanya sudah dirancang dan dipersiapkan jauh-jauh hari. Aktivitas berlibur diakhir tahun dilakukan bisa merupakan bonus atau hadiah bagi putra-putrinya yang naik kelas atau berprestasi. Tetapi ada juga kegiatan liburan akhir tahun merupakan kegiatan rutin atau tradisi keluarga untuk refreshing setelah selama setahun beraktivitas. “Refreshing menghilangkan kejenuhan,” kata orangtua murid yang setiap tahun mengajak keluarga berlibur ke tempat-tempat wisata di tanah air.
Sebagai hadiah akhir tahun, banyak orangtua mengajak anak-anak liburan ke tempat-tempat wisata. Ada yang pergi liburan ke Bandung, Yogyakarta, Brastagi, Bali, Lombok, Bunaken dan tempat wisata tanah air lainnya. Tetapi ada pula yang mengunjungi kampung halaman menjenguk ke sanak saudara atau kakek-neneknya. Sedangkan bagi anak-anak yang orangtuanya berkecukupan, banyak yang berlibur melancong ke luar negeri. Tak hanya itu kesempatan mengisi liburan akhir tahun ada yang melakukannya ke arah lebih bermanfaat, beberapa orangtua murid ada juga yang mengajak anaknya menunaikan Ibadah Umroh ke Tanah Suci, Mekah. Istilah populernya kegiatan wisata religi.
Masih soal mengisi liburan akhir tahun, ada juga orangtua murid yang memanfaatkannya untuk mengkhitan anaknya. Sebuah kegiatan menunaikan salah satu dari sekian deret kewajiban orangtua pada anaknya menjadikan lebih Islami. Karena memang itu pilihan waktu yang paling tepat untuk melakukan acara khitanan. Selebihnya memanfaatkan liburan sekolah seperti liburan semester menjadi tidak mungkin. Disamping waktu libur semester itu amat singkat waktunya, sering berbenturan dengan aktivitas kegiatan ekstra kurikuler. Sedangkan pemulihan kesehatan anak sehabis dikhitan memerlukan waktu cukup panjang. Bisa lebih dari seminggu. Sementara kepadatan dan beratnya beban materi pelajaran yang harus ditekuni tidak memungkinkan anak-anak meminta izin sedemikian panjang untuk meninggalkan waktu belajar di sekolah. “Resikolah! Ketinggalan pelajaran” kata orang tua murid sambil menjelaskan lebih jauh bahwa liburan akhir tahun waktunya cukup panjang dan kondisi anak tak lagi terbebani pelajaran tahun berjalan.
Lain murid, lain pula para gurunya. Meskipun pemanfaatan waktu liburan akhir tahun tidak sepenuhnya bisa digunakan, paling tidak ada waktu lebih dari dua minggu untuk sedikit bersantai. Minimal beban pelajaran tahun berjalan sudah lepas alias plong. Target sudah dikerjakan sebagai mestinya. Tuntutan pencapaian program kurikulum sudah tidak ada lagi. Selebihnya hanya mempersiapan tahun pelajaran berikutnya. Dan ini sudah merupakan kegiatan tahunan, rutin dan reguler. Aktivitas guru biasanya diisi oleh Rapat Kerja Tahunan Sekolah yang membahas agenda sistem dan mekanisme pengajaran setahun ke depan, pembagian kelas dan berbagai rancangan kegiatan ekstrakulikuler. Termasuk Ibu guru yang baru saja ditinggal anak-anak muridnya menuju kelas yang lebih tinggi. Baginya secara teknis pekerjaan itu sudah berulang kali dikerjakan. Kesiapan menghadapi tahun pengajaran baru baik teknis maupun mental. Tak ada kebosanan menghadapi situasi semacam itu. Tidak juga enjoi, meskipun materi pelajaran yang di sampaikan dari tahun ke tahun itu-itu juga, tetapi situasi yang amat berbeda. “Saban tahun anak-anak akan berbeda sifat dan karakternya,” katanya tersenyum.
Itulah ritme pekerjaan berulang balik. Tak benar kalau pekerjaan itu menjenuhkan. Tergatung pada pribadi Si Guru itu sendiri dalam menyikapi dan menghayati pekerjaannya. Bersyukurlah pada Allah SWT yang senantiasa menciptakan manusia yang satu dengan lainnya amat berbeda sifat dan karakternya. Termasuk ukuran kemampuan cara berpikirnya. “Selama bertahun-tahun mengajar, tidak ada kesamaan antara satu angkatan dengan angkatan lainnya. Berbeda! Karena berbeda itulah, cara dan dinamika seorang guru dalam beraktivitas termasuk retorika mengajarnya tidak akan sama. Biasanya menyesuaikan dengan tuntutan keadaan, meskipun materi yang diajarkan serupa,” kata Ibu guru itu berargumen.
“Paling tidak,” kata Ibu guru itu melanjutkan “Bahwa yang membuat sama adalah saat beraktivitas dimulainya tahun ajaran baru. Minggu-minggu pertama biasanya para orangtua dan anaknya disibukan menyesuaikan diri dengan keadaan dan suasana baru. Termasuk orangtua yang mengantar anaknya baru masuk sekolah. Aktivitas membujuk dan menasehati anak oleh para guru termasuk orangtuanya agar mau sekolah dan tidak menangis merupakan pemandangan yang rutin. Tangisan anak-anak yang baru pertama kali masuk sekolah itu terasa merdu seindah nyanyian Hymne Guru. Selebihnya aktivitas akan berjalan normal seperti biasanya. Itulah sebuah kerjasama yang terhormat dan bijaksana yang terbentuk dengan sendirinya antara guru dan walimurid bagi kepentingan mengantarkan anak-anak ke gerbang masa depan yang lebih cemerlang dan bermartabat.
Begitulah cara menyikapi dan mengisi roda kehidupan di dunia pendidikan, dunianya kaum terpelajar yang mengagumi ilmu pengetahuan sebagai mata air kehidupan sekaligus setitik cahaya penerang jalan bagi masa depan. Begitulah sistem itu tercipta tanpa henti dan berjalan secara berulang-balik. Tak heran setelah kemeriahan berakhir, mereka pun menutupnya dengan liburan akhir tahun dengan cara dan kekuatan isi kantongnya masing-masing.
*) Walikelas III.C Tahun Pelajaran 2008-2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar