Senin, 20 Desember 2010

Mellisa Syahril : Winter in Vienna, Austria... I Like it











Oka.8

Oka.7

Oka.6

Oka.5

Oka.4

Oka.3

Oka.2

Oka.1

Oka Sarapan Pagi (15-12-2010)

Minggu, 05 Desember 2010

OEI TIONG HAM : Sekelumit Riwayat dan Sejarah Konglomerat Pertama di Asia Tenggara







Sekelumit Riwayat dan Sejarah Konglomerat Pertama di Asia Tenggara
OEI TIONG HAM ( 黄 仲 涵, Huáng Zhònghán ).
Riwayat Sang Ayah, Oei Tjie-sien ( 黄 志 信, Huáng Zhìxìn ) :
Oei Tjie Sien dilahirkan didesa Li Lim Sia, Distrik Tong An, Kabupaten Chuan Chow, Propinsi Hokkian pada 23 Juni 1835 , ayahnya bernama Oei Djing Poe ( 1789 – 1857 ) dan ibunya bernama Tjan Moay Nio ( 1792 – 1857 ), ia adalah anak bungsu dari enam bersaudara dan cukup terpelajar .
Pada masa mudanya dia bergabung dengan gerakan Tai Ping dibawah pimpinan Ang Hsiu Chuan untuk memerangi pemerintahan Rezim Kerajaan Manchu dari Dinasti Ch’ing yang dianggap sangat menysahkan rakyat kecil, sebenarnya gerakan mereka sudah berhasil menduduki Ibu Kota kerajaan di Nanjing tapi sayangnya akhirnya gerakan mereka ini bisa dipadamkan dan gerakan itu bisa ditumpas, seperti pada lazimnya gerakan pemberontakan yang berhasil ditumpas kala itu pasti akan diikuti oleh gerakan pembersihan dan pembasmian yang sangat kejam, untuk menghindari hal itu maka pada Tahun 1858 Oei Tjie Sien nekad menumpang sebuah Junk dari pelabuhan Amoy di Hokkian dan pergi ke Nan Yang dgn Semarang sebagai tujuannya, sebelum berangkat dia sudah mempunyai seorang istri dan seorang anak yg bernama Oei Cung Tjhian / Tiong Djandan mereka berdua ditinggalkan nya di tempat asalnya.

Ia tiba di Semarang bersama dengan 2 orang kerabatnya, Oei Sien Tjo dan Oei Tjo Pie, setiba di Semarang Oei Sien Tjo langsung menuju ke Parakan dan Oei Tjo Pie pergi ke Solo tetapi selanjutnya tak diperoleh khabar dari keduanya.
Setelah tiba di Semarang Oei Tjie Sien mulai dengan berdagang piring, Mangkok Porselin dan beras yang di taruh di kantong2 kecil, dengan memakai keranjang dia memikul sendiri dagangannya dan menemui para pelanggannya dirumah-rumah, karena hidup hemat dia berhasil mengumpulkan uang sehingga akhirnya dia bisa menyewa tenaga orang lain untuk memikul dagangannya. Ia menikahi Tjan Bien Nio ( 1839 – 1896 ) dan bersama istrinya dia bisa memulai usaha dengan membuka sebuah kedai kecil.
Pada tahun 1863, Oei Tjie Sien bersama seorang rekannya Ang Tay Liong mendirikan sebuah Kongsi Dagang bernama Firma Kian Gwan Kongsi (建源公司, Jianyuan Gongsi). Yang berarti “ Sumber dari Seluruh Kesejahteraan “. Ini adalah suatu hal yang agak luar biasa dan tidak lazim dilakukan oleh pedagang Tionghoa pada waktu itu, Kian Gwan didaftarkan secara resmi kepada Pemerintah Belanda setempat, dibawah pimpinan nya Kian Gwan melaju sangat pesat selain Beras ia juga berdagang Kemenyan dan Gambir, ia juga mengeksport barang2 dagangan nya ke Siam ( Muangtahi ) dan Saigon ( Vietnam ), karena usahanya perdaganganya yang sedemikian maju pesat maka Kian Gwan menjadi sangat terkenal sebagai pedagang besar dalam bidang ini, sampai sekarang di Semarang masih ada Jalan yang bernama Gang Gambiran yaitu bekas lokasi Gudang Gambir nya Kian Gwan Kongsi.
Setiap tahun Oei Tjie Sien secara rutin mengirimkan sebagian dari hasil keuntungannya kepada pemerintah Manchu sebagi upayanya untuk memperoleh pengampunan dari Sang Kaisar agar ia bisa menengok ke kampung halaman nya tanpa takut untuk dijebloskan kedalam bui, dalam setiap perjalanan pulangnya ke Semarang rupanya dia mampir ke beberapa negara Asia Tenggara untuk menjalin kontak-kontak bisnis dengan pedagang setempat untuk lebih mengembangkan usahanya.
Di Semarang Oei Tjie Sien mempunyai tiga anak : Oei Tiong Ham , Oei Tiong Bing dan Oei Tiong An yang meninggal waktu dilahirkan. Ia juga mempunyai empat anak perempuan yang seperti kebiasaan waktu itu tidaklah masuk dalam hitungan dalam segi warisan, dengan intuisi bisnis nya dia memilih Oei Tiong Ham sebagai pewaris usahanya, ternyat pilihannya itu tidaklah salah karena dibawah pimpinan Oei Tiong Ham maka skala usaha Kian Gwan menjadi naik berpuluh kali lipat lebih besardari sebelumnya, walapun Oei Tiong ham mewarisi Kian Gwan tetapi sebagian besar harta Oei Tjie Sien justru dibagi-bagikan untuk anak-anaknya yang lain.
Pada 1900, Oei Tjie Sien meninggal di rumahnya didaerah Penggiling – Simongan, Semarang , dalam usia 65 Tahun. Istrinya Tjan Bien Nio sudah mendahuluinya meninggal pada 1896 dalam usia 57 tahun, keduanya dimakamkan di Pemakaman Keluarga yang telah lama disediakannya tak jauh dari rumahnya sedikit diluar kota Semarang. Dia membeli tanah itu karena merasa geram kepada seorang Tuan Tanah Turunan Yahudi yang bernama Yohannes yang menguasai tanah itu sebelumnya.
Didaerah tanah tersebut lah terletak Kelenteng Sam Poo Kong, yg tiap tanggal 1 dan 15kalender Imlek maupun setiap malam Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon selalu ramai dikunjungi oleh umat yg ingin berdoa dan bersembahyang, Tuan Yohannes memungut cukai kepada para semua peziarah ini, hal inilah yang membuat Oei Tjie Sien menjadi berang dan mendorongnya untuk membeli tanah tersebut. Setelah tanah itu dikuasainya maka semua pengunjung Kelenteng Sam Poo Kong dibebaskan dari pembayaran cukai jalan.
Catatan :
Setelah OTHC dibubarkan dan semua assetnya disita oleh negara maka tanah diseputar Kelenteng Sam Poo Kong diduduki oleh masyarakat bahkan sebagian bisa punya Sertifkat , akhirnya pada waktu perluasan Komplek Gedung Batu maka pihak Yayasan Klenteng Sam Poo Kong harus mengeluarkan uang untuk membeli kembali tanah2 tsb.

Oei Tjie Sien selalu berusaha menjadi orang Tionghoa yang baik, Ia juga mengerti Bahasa melayu walaupun masih berbahasa Mandarin dalam kegiatan sehari-hari kepada para anak buahnya, Ia termasuk seorang yang sangta Dermawan, setiap Hari Raya Imlek bertempat di Kelenteng Tay Kak Sie ia membagi-bagikan uang kepada para orang miskin, ketika meninggal dia meninggalkan warisan sebesar 17.500.000 Gulden Belanda, suatu jumlah yang cukup besar untuk ukuran waktu itu.
Cerita Keberhasilan Oei Tiong Ham ;
Oei Tiong Ham dilahirkan pada 19 November 1866 di Semarang, Jawa Tengah sebagai anak kedua dari delapan orang anak di dalam keluarganya. Pada usia 8 tahun ia belajar di sebuah sekolah swasta Tionghoa dan sewaktu masih kanak-kanak ia pun mempelajari bahasa Melayu dan juga belajar membaca huruf Latin, secara resmi dia Tidak pernah mengenyam pendiudikan Belanda maupun Inggris tapi pada sa’at dewasa ia bisa mengerti isi surat dalam kedua bahasa tsb dan menanda tangani tanpa perlu penterjemah lagi. Ia adalah murid terpandai dikelasnya dan mempunyai kemampuan untuk menilai watak orang lain yang dikemudian hari sangat berguna dalam mengembangkan bisnisnya.
Setelah Oei Tiong Ham dewasa Oei Tjie sien melatihnya berdagang dalam rangka persiapan menggantikan dirinya, dia menggantikan ayahnya memimpin Kian Gwan Kongsi, Pada 1885, dalam usia nya yang masih relatif muda ( 19 Tahun ) ia sudah bergabung dengan Kian Gwan Kongsi, sebuah perusahaan perdagangan multinasional yang didirikan ayahnya di tahun 1863.
Sebelumnya Oei Tiong Ham sudah memulai bisnis gula sendiri, dari keuntungannya dia bisa mempunyai cukup uang untuk memenangkan tender Pachter Candu untuk daerah Semarang, Yogyakarta, Surakarta dan Surabaya. Kerja sebagai Pachter Candu ini dikuasainya sampai Tahun 1904, ketika itu semua izin penjualan candu diambil alih oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Pada waktu itu terjadilah krisis perdagangan candu, dari 19 Izin yang ada hanya 4 saja yang bosa bertahan, hal nilah yang memberikan peluang kepada Oei Tiong Ham untuk menguasai izin penjualan candu tsb dan ini memberikan keuntungan yang luar biasa, selama 10 tahun menguasai perdagangan candu tsb oei Tiong Ham bisa memperoleh keuntungan bersih sebesar 18.000.000 Gulden Belanda.
Dakam usia yang relatif muda, Oei Tong Ham sudah masuk dalam pergaulan elit masyarakat Tionghoa Semarang, dia diangkat sebagai Letnan Tionghoa ( Luitenant der Chinezen ), sepuluh tahun kemudian dia diangkat menjadi Mayor ( Majoor der Chinezen ).
Awal Kejayaan
Oei selalu berpakaian rapi yaitu pakaian Jas model Barat dan Pantalon warna putih demikian juga dengan sepatunya, Dengan kekayaan yang didapat dari bisnisnya, Oei memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan masyarakat Tionghoa di Semarang. Pada tahun 1896, pemerintah kolonial Belanda menunjuk Oei sebagai Pemimpin Komunitas Tionghoa di Semarang.
Pada waktu itu, orang-orang Tionghoa secara hukum diwajibkan untuk mengenakan pakaian tradisional Tiongkok termasuk memelihara Kuncir ( Taucang ) ciri khas dari Kerajaan Manchu. Pada bulan November 1889, Oei meyewa seorang pengacara Belanda bernama Baron van Heeckren CW, Ia mengajukan permohonan izin untuk mengenakan busana Eropa dan ia menjadi Orang Tionghoa pertama di Indonesia yang secara sah bisa memakai busana standar Eropa, Selanjutnya, ia juga menjadi Orang Tionghoa pertama di Semarang yang berani memotong kuncir nya serta menjadi orang Tionghoa pertama yang mendapat izin untuk tinggal diluar pecinan yaitu didaerah tempat tinggal orang2 Eropa di daerah Gergaji dekat daerah Candi suatu kawasan elit di Semarang sampai saat ini.
Oei Tiong Ham Concern
Warisan nya yang paling terkenal adalah Oei Tiong Ham Concern (OTHC). Perusahaan nya itu adalah konglomerasi terbesar di Hindia Belanda pada awal abad 20. Konglomerasi ini dimulai dari Kian Gwan Kongsi yang ia mewarisi dari ayahnya pada tahun 1890 dan diubah menjadi perseroan terbatas pada 1893. Aktivitas utama perusahaan adalah perdagangan komoditas, seperti karet dan kopi serta hasil bumi lainnya . Selain itu, perusahaan nya juga mengoperasikan sebuah perusahaan Pegadaian dan Jasa Pos. Ia juga terlibat dalam perdagangan opium/candu yang sangat menguntungkan. Antara 1890 dan 1904, Perusahaan Oei sudah mencetak keuntungan sebesar 18 juta gulden hanya dari perdagangan opium.
Tidak seperti banyak pengusaha Tionghoa lainnya, semua bisnis Oei sudah termasuk modern karena semua transaksi , perjanjian dan perdagangan sudah melalui kontrak-kontrak tertulis, karena dia termasuk seorang yang sangat teliti dan hati-hati. Pada tahun 1890-an Oei adalah pemegang saham terbesar atas kepemilikan pabrik-pabrik gula di Jawa Timur. Karena krisis gula di tahun 1880-an, banyak pabrik-pabrik gula yang tidak bisa membayar kembali pinjaman nya . Dengan lihaynya dia berhasil mendapatkan kontrak tertulis untuk mengalihkan saham2 atas pabrik-pabrik gula tersebut dan semua itu diperolehnya secara legal , dia memberikan jaminan atas pinjaman-pinjaman dari pabrik-pabrik gula tersebut untuk diperpanjang. Kontrak-kontrak ini meliputi lima pabrik gula. Dia mendatangkan mesin2 yang lebih modern dari Jerman , Pabrik2 Gula tsb kemudian menjadi tulang punggung dari perusahaan Oei Tiong Ham Concern. Oei Tiong Ham telah menjelma menjadi pengusaha gula yang paling sukses di Hindia Belanda dan dari situlah dia dijuluki Raja Gula dari Jawa.
Setelah dia menguasai 5 Pabrik Gula Oei Tiong ham mengganti semua mesin tradisional dengan mesin-mesin modern yang didatangkan dari Jerman, ia juga mempekerjakan sejumlah ahli2 dari Eropa maupun orang Tionghoa, kelima Pabrik Gula tsb adalah PG Rejoagung , PG Krebet , PG Tanggulangin , PG Pakies dan PG Ponen. Untuk menjamin suplai tebu bagai pabrik gulanya Oei telah mengontrak tanah seluas 7.082 Ha dan melakukan kontrak dgn beberapa pihak tertentu yang bersedia memasok tebu bagi pabrik2nya. Untuk mengelola pabrik-pabrik gula tsb Oei mendirikan N.V. Algemeene Maatschappij tot Exploitatie der Oei Ting Ham Suikerfabrieken. Ini adalah cabang usaha terpenting dari seluruh Oei Tiong Ham Concern.
Oei Tiong Ham juga melakukan innovasi dengan meluaskan usahanya kebidang keuangan, khususnya Bisnis Assuransi dan Perbankan, Kian Gwan menjadi agen dari berbagai perusahaan asuransi besar seperti Union Insurance Society of Canton Ltd. ; Reliance Marine Insurance Co. Ltd. ; Guardian Eastern Insurance Co.Ltd. dan masih banyak lagi.
Pada 1906, Oei Tiong Ham mendirikan N.V. Bank Vereeniging Oei Tiong Ham dengan modal disetor 4.000.000 Gulden yang berkedudukan di Semarang dan Surabaya. Kegiatan Bank ini awalnya hanya terbatas memberi kredit Hipotik dan Dagang tapi lama-kelamaan Bank ini meluaskan usahanya ke Perbankan Umum serta melakukan perdagangan effek dan surat-surat berharga lainnya.
Kemudian ia juga mendirikan N.V. Bouw Maatschapij Randusari yang bergerak dibidang Real Estate, membangun rumah, Gedung dan perkantoran untuk dijual atau disewakan, Perusahaan ini berada dibawahadministrasi N.V. Bank Vereeniging Oei Tiong Ham.
Pada masa Tahun 1890 sampai dengan tahun 1920-an, Kerajaan Bisnis Oei Tiong Ham Concern diperluas sampai ke luar negeri, dia juga bertualang kedalam bisnis Bank dan juga membuka Perusahaan Expedisi. OTHC menjadi konglomerat bisnis terbesar etnis Tionghoa di pra-perang Asia. Pada tahun 1912, Kian Gwan Kongsi sebuah cabang perusahaan dari OTHC itu menjual sahamnya ke publik, ini adalah salah satu pemikiran briliant dari seorang Oei Tiong Ham , dari hasil menjual Sahamnya itu dia berhasil mendapatkan tambahan Modal Kerja sebesar 15 juta gulden.
Dalam menjalankan roda Bisnisnya Oei Tiong Ham tidak tergantung pada anggota keluarga, dia sudah punya pemikiran yang yang luar biasa dan beda dengan para Taipan waktu itu yang hanya mewariskan bisnisnya kepada anak keturunannya secara membabi buta sehingga banyak dari orang2 kaya zaman dulu yang kekayaannya tidak bertahan lama setelah sang pendiri meninggal, beda dengan Oei Tiong Ham yang banyak memakai tenaga-tenaga profesional, hampir semua posisi Top Managemen dikelola oleh tenaga Profesional , dia merekrut seorang Direksi dari etnis Belanda, Manajer dan insinyur pun direkrut untuk mengelola semua anak perusahaannya. Namun demikian masih ada posisi kunci pada tingkatan atas yang tetap dipegang oleh orang2 kepercayaan Oei Tiong ham ataupun anggota keluarganya sendiri.
Keberhasilan dari Oei Tiong Ham pada awalnya adalah sebagai pengekspor hasil bumi dan perdagangan opium. Pada peralihan abad memasuki abad ke-20, ia telah menjelma menjadi orang terkaya di Asia Tenggara. Usahanya mempunyai banyak cabang-cabang di Bangkok, Calcutta, Singapura, Hong Kong, Shanghai, London dan New York. Perusahaannya juga menguasai banyak properti dan sejumlah pabrik gula dan pabrik-pabrik lain nya di Jawa, Oei juga menguasai sebuah Bank yang cukup besar , membuka usaha broker di London dan armada kapal angkutan yang terdaftar di Singapura.
Ia seringkali mengandalkan intuisinya dalam menilai dan menempatkan pembantu-pembantu kepercayaannya dalam posisi yang sangat strategis, sikapnya kepada bawahan dingin dan selalu bersungguh-sungguh.Kebiasaan dan kegemaran nya berjudi sangat mempengaruhinya dalam pengambilan keputusan yang sering kali sangat spekulatif, sebagai contoh keputusannya untuk menimbun gula ketika harga gula jatuh akibat Perang Dunia I, hal ini telah memberinya keuntungan yang luar biasa besarnya sampai-sampai ia membayar Pajak Penghasilan ( inkomsten belasting ) sebesar 2.000.000 Gulden.
Oei Tiong Ham adalah orang berbakat besar dalam berdagang, ia adalah seorang yang sangat percaya pada Hokkie ( keberuntungan ) dan Hong Shui ( keharmonisan dan keselarasan berdasar unsur Angin dan Air ), alam menentukan lokasi dan bentuk bangunan tempat usahanya maupun rumah tinggalnya bahkan sampai tempat pemakamannya.
Ia juga adalah pemeluk Agama Khong Hu Cu yang ta’at, dia berusaha keras untuk mempunyai banyak keturunan, ketika mendapati istri pertamanya Goei Bing Nio hanya bisa memberinya 2 anak perempuan, ia kawin lagi bahkan sampai mempunyai 8 istri dan total mendapat 26 anak – 13 Lelaki dan 13 Perempuan.
Di Semarang Oei Tiong Ham sama sekali Tidak terlibat dalam pendirian organisasi dan sekolah Tiong Hoa Hwee Kwan maupun menjadi pengurusnya, tetapi ia ikut mendirikan Tiong Hoa Shang Hwee ( Kamar Dagang Tionghoa ) dan selama beberapa tahun ikut aktif didalamnya , ia juga menjadi pengurus dari Hoa Ing Chung Shie ( Chinese English School ) yang didirikan pada 15 Maret 1916 di Semarang, sekolah ini didirikan untuk menampung lulusan dari Tiong Hoa Hwee Kwan yang ingin melanjutkan sekolahnya sampai universitas, Hoa Ing Chung Shie ( Chinese English School ) ini ketika pertama didirikan berlokasi di Jln. Gang Tengah kemudian pindah ke Jln. Bojong / Jln. Pemuda didekat sekolah HBS.
Pada sekolah itu Oei Tiong Ham sebagai Pelindung pertama ( Beschermheer ) , Gan Kang Sioe menjadi Pelindung kedua, sebagai ketuanya ( Voorzitter ) waktu adalah Kwik Djoen Ing dan wakil ketuanya (Vise Voorzitter ) The Pik Hong, Penasehatnya ( Adviseur ) Han Hie Kie, Bendahara ( penningmeester ) Oei Ik Tjoe dan Hoo Tjiang sebagai Sekretarisnya .
Dalam kehidupan pribadinya, Oei Tiong Ham menerapkan sepenuhnya nilai2 tradisi yang dibawa ayahnya dari daratan Tiongkok, pada 1884 setelah dia berusia 18 Tahun, ayahnya mengawinkannya dengan Goei Bing Nio, putri dari salah satu keluarga elit dan sudah mapan di Semarang, ini membuktikan bahwa Oei Tjie Sien bisa masuk dan diterima dikalangan elit Tionghoa peranakan di Semarang, Keluarga Goei adalah keluarga Opsir Tionghoa dan juga adalah keluarga pemegang Pachter Pajak dan sangat bergengsi. Pendiri dari keluarga ini mungkin datang ke Jawa sekitar Tahun 1700 an dan pada saat pernikahan tsb berlangsung keluarga Goei sudah boleh dikata adalah Peranakan. Dibandingkan dengan Keluarga Goei maka Keluarga Oei Tjie Sien masih termasuk baru dan masih bisa disebut sebagai Totok dalam masyarakat peranakan tetapi Oei Tjie Sien berhasil mengatasi hal ini dan berhasil masuk dalam diterima dalam pergaulan elit masyarakat Tionghoa peranakan.
Menurut Oei HuiLan , Ibunya Goei Bing Nio adalah putri tercantik dari 16 anak keluarga Goei, ketika itu Oei Tjie Sien sedang mencari anak gadis yang akan dikawinkan dengan putranya, agar putranya yang doyan berfoya-foya dan berjudi itu bisa berubah perangainya, setelah mendengar keberadaan gadis dari keluarga Goei tersebut ia segera saja melamarnya untuk dikawinkan dengan Oei Tiong Ham.
Selain Goei Bing Nio, Oei Tiong Ham masih mempunyai 7 orang istri yang lain, dari 8 istrinya itu dia mendapatkan 26 orang anak, inilah daftar istri dan anak-anak Oei Tiong Ham ;
Istri Anak Lahir

1. Goei Bing Nio : (1. Oei Tjong Lan 05 April 1886 2. Oei Hui Lan 21 Des 1889/Madame William Khoo)
2. The Khiam Nio (1. Oei Tjhoe Nio 01 Agt 1903)
3. The Tjik Nio (1. Oei Tjong Tee 02 Feb 1895/2. Oei Hwan Nio 03 Agt 1897/ 3. Oei Tjong Swan 19 jan 1899, 4. Oei Oen Nio 09 Agt 1900, 5. Oei Tjong Yoe 21 Apr 1903, . Oei Tjong Tiong 07 Okt 1904, 7. Oei Liang Nio 24 Feb 1906, 8. Oei Tjong Liam 26 Des 1906, 9. Oei Siok Kiong Nio 08 Jan 1908)
4. Ong Mei Hwa Nio (1. Oei Tjong Houw 20 jan 1905, 2. Oei Tjong Tjiat 13 Jul 1909, 3. Oei Tjong Yan 06 Des 1912, 4. Oei Tjong Ik 24 Agt 1916, 5. Oei Swat Nio 04 Jan 1908)
5. Ong Tjiang Tjoe Nio (1. Oei Sioe Nio 01 Sep 1907, 2. Oei Bien Nio 29 Sep 1913)
6. Nyo Swat Ting Nio (1. Oei Siok Ing Nio 19 Okt 1915)
7. Hoo Kiem Hwa Nio 1. Oei Tjong Ie 19 Jan 1919, ( Lucy Hoo ) 2. Oei Twan Nio 1920, 3. Oei Tjong Bo 1922, 4. Oei Tjong Hiong 1923, 5. Oei Tjong Tjay 1924
8. Tan Sien Nio 1. Oei Siang Nio ====

Catatan : Istri ketuju lah ( Lucy Hoo ) yang mengikuti Oei Tiong Ham pindah ke Singapura.
Perkawinannya dengan Goei Bing Nio ternyata kurang bahagia karena terlampau banyak perbedaan antara keduanya dan sang istri tidak pernah mau tunduk kepada suaminya, ia berwatak sangat keras dan angkuh apalagi melihat tingkah suaminya yang gemar mengkoleksi istri yang bisa memberinya banyak anak karena sesuai tradisi waktu itu memberi banyak anak berarti memberi banayk rezeki, juga melihat pada kenyataan bahwa dia hanya bisa memebri 2 org putri tanpa seorang putra hal ini membuat kehidupan rumah tangganya menjadi kurang harmonis, akhirnya dia menjadi lebih dekat pada putri sulungnya Oei Tjong Lan dan putri keduanya Oei Hui Lan lebih dekat pada Ayahnya.
Kehidupan Rumah tangga yang tidak harmonis itu mencapai puncaknya ketika pada tahun 1918 Goei Bing Nio membawa putrinya Oei Hui Lan ke London untuk bergabung dengan putri sulungnya yang sedang sekolah disana, pada masa itu perceraian Tidak menjadi pilihan dikalangan Tionghoa kaya yang masih memegang teguh adat dan tradisi. Walaupun istrinya telah meninggalkannya tetapi Oei Tiong Ham tetap memnuhi kewajibannya sebagai seorang suami dengan membiayai semua kemewahan sang istri beserta kedua putrinya, mereka hidup dengan bergelimang kemewahan di London. Karena keinginan istrinya agar kedua putrinya bisa masuk ke kalangan Jet-set di London akhirnya menjadi kenyataan.
Oei Hui Lan kemudian menjadi istri dari DR. Wellington Koo seorang Diplomat dan Menteri Luar Negeri dari Republik Tiongkok untuk puluhan tahun lamanya. DR. Wellington Koo memegang peran besar dalam dunia diplomasi bagi Republik Tiongkok dari sejak awal hingga akhir tahun 1950 an , ia juga turut berperan dalam pembentukan PBB dan berbagai organisasi internasional lainnya. Oei Hui Lan sebagai istri tentunya turut berperan besar dalam menunjang karir suaminya, tapi sayangnya di hari tua kehidupan keduanya ternyata juga retak dan DR. Wellington Koo mengawini wanita lain, akhirnya Oei Hui Lan menghabiskan hari tuanya di New York dan menulis Buku Memoarnya yang berjudul No Feast Lasts Forever yang terbit pada tahun 1975, sebelumnya pada tahun 1943 telah terbit sebuah buku mengenai dirinya yang berjudul Hui-Lan Koo, an Authobiography as told to Mary van Rensselaer Thayer.
Pindah ke Singapura
Pada tahun 1920, Oei Tiong Ham meninggalkan Semarang untuk menetap di Singapura, dia melakukan kepindahan itu karena dia tidak setuju dengan aturan Pajak Ganda dan Undang-undang mengenai Warisan, Alasan lain mungkin adalah bahwa dia ingin menghindari membayar pajak 30% dikenakan pada keuntungan dalam semua bisnisnya yang diperoleh selama Perang Dunia Pertama (1914-1918).
Sesuai dengan Hukum yang berlaku dari penguasa Belanda waktu itu , maka pada tahun 1910 kepada semua Warga Negara diharuskan untuk melapor ke Konsulat Belanda dalam waktu tiga bulan setelah kedatangan dari luar negeri , bila tidak melapor maka kewarganegaraan mereka akan dicabut. Dan Oei Tiong Ham memilih untuk tidak melakukannya dan dengan sengaja membiarkan Kewarganegaraan Belanda-nya dibatalkan.
Pada Tahun 1920, Singapura sudah menjadi dasar penting bagi operasi bisnis OTHC. Kian Gwan Kongsi sebelumnya sudah mendirikan kantor cabang di Singapura pada tahun 1914, setelah sebelumnya pada tahun 1912, Oei sudah membeli The Heap Eng Moh Company Limited, sebuah perusahaan Perkapalan di Singapura yang beralamat di Telok Ayer Street no. 22 dan dia menjadi pemilik tunggalnya.
Di Singapura, Oei juga dengan murah hati memberi sumbangan besar sebanyak $ 150,000. untuk pembangunan Gedung Raffles College.
Setelah kematian nya yang mendadak pada tahun 1924, OTHC terus tumbuh. Namun pada 10 Juli 1961, Pengadilan Ekonomi ( pengadilan untuk kejahatan ekonomi ) di Indonesia mengeluarkan perintah penyitaan pada OTHC di Indonesia. Perusahaan dan pemilik perusahaan telah didakwa dengan kejahatan ekonomi terhadap negara. OTHC kemudian dinasionalisasi dan berganti nama pada tanggal 12 Oktober 1964 menjadi PT Radjawali. Namun, anak perusahaan di luar negeri tetap dikuasai oleh keluarga Oei.
Manusia 200 Juta
Oei Tiong Ham dikenal sebagai Manusia 200 Juta, ini disebabkan semua warisan yang ditinggalkannya saat itu kira2 bernilai 200 Juta.
Oei meninggal karena serangan jantung pada tahun 1924. Anak perempuannya, Oei Hui-lan, percaya bahwa ia diracuni. Oei tubuh itu dikirim ke Semarang untuk dimakamkan di makam ayahnya.
Oei telah menunjuk sembilan anak nya sebagai ahli waris yang sah, tapi ternyata hanya ada dua anak yaitu Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw, yang sudah dianggap cukup matang untuk meneruskan mengelola semua bisnis sang Taipan. Keduanya inilah yang mewarisi semua kekayaan senilai dua ratus juta gulden.
Semoga kisah ini bisa menginspirasi dan menjadi cermin bagi kita .
Salam.